Beranda | Artikel
Bab Diharamkannya Perbuatan Riya
20 jam lalu

Bersama Pemateri :
Ustadz Mubarak Bamualim

Bab Diharamkannya Perbuatan Riya adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 8 Safar 1446 H / 13 Agustus 2024 M.

Kajian Tentang Diharamkannya Perbuatan Riya

Pembahasan kita pada pertemuan terakhir adalah tentang diharamkannya perbuatan riya. Riya berarti melakukan sesuatu agar dilihat oleh orang lain, dengan tujuan mendapatkan pujian dari manusia.

Riya termasuk perbuatan yang diharamkan dan dapat menggugurkan amal ibadah seseorang. Ada dua bentuk riya yang perlu diperhatikan:

Pertama, Riya dalam sebagian amal: Amal yang bercampur dengan riya akan gugur hanya pada bagian yang tercampur tersebut. Orang tersebut beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi ada amal yang dikerjakannya agar dilihat orang lain dan dipuji oleh manusia. Amal itu tentu gugur pahalanya. Misalnya, seseorang yang shalat dengan harapan dipandang dan dipuji oleh manusia—ini disebut riya. Namun, yang gugur hanyalah amal yang tercampur dengan riya, sedangkan amal lain yang murni dilakukan karena Allah tetap diterima dan diberi balasan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun amal yang tercampur dengan riya, pahalanya gugur.

Kedua, Riya dalam aqidah: Seperti yang dilakukan oleh orang-orang munafik. Mereka menampakkan diri sebagai Muslim, namun sebenarnya menyembunyikan kekufuran. Semua amal ibadah yang mereka lakukan bukan karena Allah, tetapi supaya dilihat oleh manusia, sehingga mereka dianggap sebagai bagian dari kaum Muslim. Allah menyebutkan bahwa di antara sifat orang-orang munafik adalah riya. Allah swt berfirman,

… وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An-Nisa [4]: 142).

    Beramal dengan niat dilihat orang lain dan berharap pujian dari mereka adalah riya, dan ini menggugurkan amal seseorang. Jika riya dilakukan secara menyeluruh, yaitu menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keislaman serta semua amal dikerjakan murni untuk dilihat manusia, maka ini sama dengan nifaq i’tiqadi (النفاق الاعتقادي), di mana semua amalnya akan gugur.

    Allah mengancam orang-orang yang riya, seperti yang disebutkan dalam Surah Al-Ma’un,

    فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ‎﴿٤﴾‏ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ‎﴿٥﴾‏ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ ‎﴿٦﴾‏ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ ‎﴿٧﴾‏

    “Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat riya dan enggan (menolong dengan) barang yang berguna.” (QS. Al-Ma’un [107]: 4-7)

    Hadits yang dibawakan oleh Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala di antaranya adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

    قَالَ الله تَعَالَى: أنَا أغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ

    “Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Dzat yang sangat tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal ibadah namun dia menyekutukan Allah dalam amalnya itu, maka Aku akan tinggalkan dia dan sekutunya.`” (HR. Muslim)

    Hadits ini adalah hadits qudsi, di mana Allah Ta’ala berfirman bahwa Dia tidak membutuhkan sekutu. Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa, dan Maha Sempurna. Allah tidak memerlukan sekutu. Oleh karena itu, kita harus waspada dalam mengerjakan amal kebaikan agar tidak ada niat sedikit pun untuk dilihat atau dipuji oleh orang lain. Na’udzubillah..

    Allah Maha sempurna, tidak membutuhkan yang lainnya. Justru yang selain Allah membutuhkan Allah. Allah Ta’ala berfirman:

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

    “Wahai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah, Dia-lah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fatir [35]: 15)

    Kita membutuhkan Allah, sementara Allah tidak membutuhkan manusia, alam semesta, atau makhluk apa pun yang ada di dalamnya. Allah Ta’ala tidak memerlukan sekutu.

    Kemudian Allah Ta’ala berfirman dalam hadits di atas, bahwa Allah tidak memerlukan amalan orang yang riya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu memeriksa niat ketika mengerjakan suatu amal, apakah benar-benar karena Allah atau ada sesuatu yang mencemari niat kita. Hal ini hanya diketahui oleh diri kita dan Allah Ta’ala. Seorang hamba lebih tahu tentang dirinya, hatinya, dan niatnya. Inilah pentingnya memeriksa niat ketika mengerjakan amal—apakah benar karena Allah atau ada niat untuk dilihat dan dipuji oleh manusia.

    Ikhlas kepada Allah Ta’ala dalam beramal memerlukan kesungguhan dari diri kita. Keikhlasan itu tidak mudah, tetapi Allah memudahkan bagi orang-orang yang benar-benar ikhlas. Harus ada upaya dalam diri kita untuk melawan hawa nafsu, dari keinginan-keinginan rusak yang ingin dilihat dan dipuji oleh manusia saat kita mengerjakan ibadah.

    Allah menyebutkan dalam hadits ini, bahwa siapa pun yang mengerjakan suatu amal dengan niat selain Allah, yakni ia tidak hanya mengharapkan pahala dari Allah tetapi juga pujian dari manusia, maka Allah akan meninggalkannya. Allah tidak menerima amal ibadahnya. Hadits ini memberikan pelajaran bahwa riya adalah bagian dari syirik. Mengerjakan amal untuk dilihat dan dipuji oleh manusia adalah salah satu bentuk dari berbagai macam kesyirikan.

    Ini juga disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits Mahmud bin Labid Radhiyallahu ‘Anhu, sebuah hadits shahih. Mahmud bin Labid berkata,

    خرجَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فقالَ: أيُّها النَّاسُ إيَّاكم وشِركَ السَّرائرِ قالوا: يا رسولَ اللَّهِ، وما شركُ السَّرائرِ؟ قالَ: يقومُ الرَّجلُ فَيصلِّي فَيزيِّنُ صلاتَهُ جاهدًا لما يرَى مِن نَظرِ النَّاسِ إليهِ، فذلِكَ شِركُ السَّرائرِ

    “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar menemui para sahabatnya dan bersabda, ‘Wahai sekalian manusia, waspadalah kalian dari kesyirikan yang tersembunyi.’ Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan syirik yang tersembunyi itu?’ Nabi menjawab, ‘Seorang berdiri untuk shalat, kemudian dia memperindah shalatnya karena dia melihat ada orang-orang yang melihatnya (shalatnya diperindah bukan karena Allah, tetapi karena ingin dilihat oleh manusia agar dipuji) Inilah syirik yang tersembunyi.`” (HR. Ibnu Khuzaimah)

    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian kajian yang penuh manfaat ini.

    Download MP3 Kajian


    Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54377-bab-diharamkannya-perbuatan-riya/